Jakarta  yang  dikenal  sebagai  kota  metropolitan  terdiri  dari  berbagai macam suku bangsa yang mendiami tempat itu dengan pola kehidupan yang beraneka  ragam. Masyarakat  Betawi dikenal sebagai penduduk pribumi Jakarta yang terbentuk dengan adanya percampuran budaya dari berbagai kelompok etnis. Kristalisasi yang sudah lama dan membentuk dalam komunitas tersebut membuat suatu pola kehidupan tersendiri (ciri khas).
Dinamika kehidupan kota yang mengarah pada pola kehidupan metropolis membuat  sebagian  besar masyarakat  Betawi  tidak  dapat  bertahan  lama  untuk tinggal di pusat kota. Penyebab dari semua itu karena banyak orang Betawi yang mengandalkan  dengan  kehidupan  dari  berdagang  secara  tradisional.  Jakarta dengan pola kehidupannya yang modern membuat suatu persaingan dalam mengarungi  kehidupan guna pemenuhan  kebutuhan  hidup. Apabila  suatu golongan masyarakat atau individu tidak dapat mengikuti arus kehidupan tersebut, maka ia akan tersingkir dari dinamika kehidupan kota. Perubahan yang mewarnai dari  gaya  hidup  tersebut  berlangsung  karena  harus  menampung  kehadiran berbagai budaya yang dibawa oleh suku-suku lain yang mendatangi Jakarta.
Masyarakat  Betawi  banyak  yang  tinggal  di  pinggiran  kota  Jakarta, terutama sekitar Tangerang, bekasi, dan Bogor. Pola kehidupan mereka masih melaksanakan  nilai-nilai  tradisional  yang  diturunkan  secara  turun  temurun. Demikian pula dalam hal berkesenian, mereka masih mempergunakan penyajian kesenian  tradisional  pada  perayaan  pesta  dan  penyemarakan  acara  ritual. Kerukunan yang dijalin oleh masyarakat Betawi karena adanya kesadaran untuk memiliki nilai-nilai tradisi yang diwariskan. Terbentuknya lembaga Kebudayaan Betawi yang menampung segala permasalahan yang terjadi dalam komunitasnya merupakan perwujudan dari sikap masyarakatnya.
Musik Gambang Kromong yang merupakan sebuah ensambel musik yang terdiri dari dari gambang, kromong, kongahyan, tehyan, sukong, ningnong, Jutao, kecrek, suling, gendang, kempul, dan gong masih dipergunakan oleh masyarakat Betawi dalam perayaan pesta, mengiringi lenong teater lenong, dan penyemarakan acara  ritual.  Nilai estetis  yang terkandung  dalam  sebuah  sajian  musik tersebut terjalin dengan adanya antusias yang dilakukan oleh penonton dan masyarakat pendukungnya.
Seni pertunjukan pada dasarnya merupakan kerja kelompok yang tidak terlepas dari dua unsur yaitu penyaji dan penerima (penonton). Lebih jauh dapat dikatakan  bahwa  dalam  suatu  seni  pertunjukan  kategorinya  mengarah  kepada sebuah tontonan. Penyajian yang dilakukan pada waktu pertunjukan akan terjadi suatu proses dari pengungkapan seni. Nilai seni sebagai sebuah penikmatan yang terwujud  dari  pengalaman  yang  berisi  pembayangan  (imaji)  dan  penjadian (proses) dapat dikatakan  bernilai apabila mampu memberikan  kebahagiaan  dan rasa  pada  individu.   Pengungkapan  seni  dengan  muatan  estetis  yang  dapat ditinjau dari dua sudut subyektif dan obyektif memberikan tentang rasa keindahan yang relatif.
Seorang seniman atau pemain dalam sebuah pertunjukan akan mempunyai rasa estetis yang berbeda dengan penonton. Hunter Mead membedakan rasa estetis menjadi  tiga  bagian  yaitu:  (1) sensous  (ragam  inderawi)  ialah  keindahan  yang terjadi dari warna-warni, susunan, dan nada-nada yang diserap melalui indera; (2) formal (ragam bentuk) ialah keindahan yang terjadi dari semua macam hubungan; (3) assosiative (ragam perserikatan) ialah nilai estetis yang memberi arti tertentu yang dikaitkan dengan hal-hal lain (benda, ide, atau kejadian).
 Ketiga bagian yang seperti dikemukakan di atas dapat menelaah suatu sisi pertunjukan. Dalam sebuah pertunjukan musik Gambang Kromong akan terlihat secara visual susunan atau penataan dari setiap alat musik yang dalam setiap penyajiannya berbentuk atau mempunyai posisi yang demikian. Masing-masing instrumen musik telah ditata menurut tradisi yang disepakati yaitu alat musik gambang dan kromong diletakan berdampingan yang merupakan pusat pola penataannya.  Menurut  pembawaan  dari  setiap  alat  musik  yang  ada  dalam ensambel Gambang Kromong, ukuran tradisi tersebut dapat dihubungkan dengan saling berinteraksinya antara sesama pemain sehingga menimbulkan rasa yang harmonis. Suara yang dihasilkan dari setiap instrumen musik mempunyai karakteristik sendiri-sendiri sehingga perlu adanya penyesuaian dengan karakter suaranya.Keselarasan yang terjalin antara beberapa instrumen musik tersebut memberikan kesan estetis bagi para pendengarnya. Perpaduan yang dijalin antar sesama pemain memberikan suatu kebersamaan dalam sebuah pertunjukan.
Pertunjukan  musik  Gambang  Kromong  yang  disajikan  pada  sebuah pementasan banyak memberikan suatu sentuhan ekspresi baik dari para penabuh maupun dari perpaduan  alunan suara yang dihasilkan.  Secara audio dan visual yang dapat ditangkap dengan inderawi dari sebuah pertunjukan yaitu akan ditemukannya tiga aspek mendasar sebagai berikut: (1) wujud atau rupa (appearance); (2) bobot  atau isi (content/substance);  (3) penampilan/penyajian (presentation).
 Rasa indah yang ada dalam karya seni akan terbentuk dengan struktur tiga unsur yang mendasar yaitu: (1) keutuhan/kebersatuan (unity); (2) penekanan/penonjolan  (dominance);  (3) keseimbangan  (balance).19  Musik Gambang Kromong dalam sebuah pertunjukannya mempunyai tiga kondisi untuk memperkuat  kebersatuannya  yaitu:  simetri,  ritme,  harmoni.  Simetri  atau kesetakupan  dalam  suatu pertunjukan  musik  tersebut  dibuat  dengan  menjalani segala bentuk aturan tradisi yaitu patron atau standard musikologisnya.  Apabila ada seorang  pemain  yang melakukan  unsur asimetris,  maka  kalau  hal tersebut keluar dari aturan tradisi akan mengurangi mutu estetiknya. Perubahan-perubahan ritme pada musik ini memberi nuansa yang bervariasi dalam sebuah penyajian. Alat musik gesek dan tiup (tehyan, suling, dan jutao) yang memainkan lantunan melodi banyak memberikan kesan improvisatoris dalam permainannya. Walaupun terdapat variasi ritmis dalam musik itu, tetapi selama hal tersebut tidak keluar dari jalur tradisi yang ditekankan, maka tidak akan mengurangi rasa estetiknya. Variasi dalam sebuah pertunjukan akan mengubah sebuah kejenuhan menjadi suatu daya tarik  tersendiri.  Harmoni  atau  keselarasan  yang  dihasilkan  dari  perpaduan beberapa alat musik dan penyanyi (dalam ritme, suara, nada, dan modus) memberikan kesan estetik yang mendalam.
Keutuhan yang diarahkan untuk sebuah tujuan dalam karya seni (musik Gambang Kromong) yang dipertontonkan dimaksudkan untuk memberikan pandangan  atau  pendengaran  tentang  rasa  (gembira,  sedih,  dan nyaman)  yang akan membawa  pada  rasa  estetis  individu.  Merupakan  sifat  alami  manusia  di dalam    mengarungi    kehidupannya    selalu    menghendaki    suatu    bentuk keseimbangan.  Keseimbangan  yang  terjadi  dalam  musik  Gambang  Kromong dapat dilihat dari faktor waktu. Penyajian dari sebuah repertoar lagu yang diulang- ulang dalam sebuah pertunjukan akan membuat kejenuhan atau monoton. Hal tersebut mengurangi kesan rasa estetis yang diterima oleh para pendengarnya.
Musik Gambang Kromong dalam sebuah pertunjukan mempunyai bobot atau isi dan pandangan visual yang indah dalam memberikan suasana bagi para penikmatnya.  Permainan yang dilakukan  dengan penyesuaian  dari suasana lagu yang  dibawakan  membawa  sebuah  imaji  yang  mengarahkan  pada  proses keindahan.  Pembawaan  yang  dilakukan  oleh  seorang  penabuh  atau  penyanyi untuk menciptakan suasana dalam sebuah pertunjukan sangat menentukan pandangan visual penikmatnya.
Incoming search terms:
- #nilai estetik yang dimunculkan Gambang Kromong,#nilai nilai yang terkandung dalam gambang keromong